Friday 8 August 2014

Orang Ketiga

Kita ga pernah tau kapan rasa ini ada karena perasaan ini mengalir gitu aja.
Ketika semesta tiba-tiba mempertemukan kita dalam kesamaan yang mendominasi.  Dalam ruang yang seolah disetting untuk mengutarakan kebetulan yang keseringan.

Hingga akhirnya kita saling nyaman, saling ketergantungan, saling membutuhkan dan saling memikirkan.

Kali ini aku mengakui kalau aku ini makhluk yang lemah. Yang akhirnya luluh dan mempersilahkan masuk perasaan yang sebenarnya terlalu lancang aku rasakan.
Hingga aku harus mengintip tiap celah takdir dan mempertanyakan keberadaanmu. Dan memikirkan dimana kamu letakan aku?

Tapi aku tau diri. Biarkan lagu Maudy Ayunda ini jadi soundtrack-ku kali ini. Meski kadang devil dan angel memperdebatkan rasa ini. Dan aku mulai lelah. Padahal aku belum melangkah. Aku masih terpaku dalam satu langkah maju atau mundur.
Maju dengan menghasut takdirku atau mundur dengan kesadaran diriku.
Maju dengan meyakini kamu atau mundur dengan tidak mengganggu pikiranmu.
Dan aku berusaha tidak kepo dengan perasaanmu.
Entah sebesar apa rasa itu, dan kali ini devil yang mendominasi pikiranku.
Aku ini pelampiasanmu!
Kala kamu butuh apa yang tidak ada di dirinya. Berasa penghibur ketika kamu jenuh dengan sikapnya.
Dan kamu adalah sutradaranya, ketika kamu harus memilih siapa pemeran utamanya.
Aku mohon, devil jauh jauh dariku. Buang prasangka burukku.
Meski aku pernah memprediksikan ini, aku tau konsekuensinya kalau kemungkinan kecil kamu milih aku.
Jadi ini rasanya menjadi kandidat yang dipilih dari pilihan. Bukan satu satunya pilihan.
Bukan sakit lagi, perih rasanya.

Ketika dia yang tlah lama mendampingimu tiba-tiba tersadar dan memberikan apa yang kamu mau. Tunggu apalagi, yakini hatimu dan jangan lagi mengotak ngotakan perasaanmu. Pergilah dengan dia yang punya segalanya. Yang pernah kamu perjuangkan perasaannya. Yang lebih awal dipercaya semesta. Yang lebih dulu menggoyahkan perasaanmu. Yang lebih dulu memberikan pelangi dimatamu.
Cukup dia jadi pelabuhan terakhirmu. Dan cukup aku yang jadi korbanmu. Melakoni peranku berpura-pura sambil melengkungkan senyuman terbaik membayangkan dia yang mendampingimu dipelaminan itu.
Lalu bagaimana denganku?
Biarkan aku disini menyendiri melepas mimpi. Melupakan janji kita.
Belajar menerima siapapun selain kamu. Terlalu disayangkan kalau perasaan ini dibuang. Biar bersemayam agar doa kebaikan untukmu ini terus dipanjatkan.

Bagaimana dengan tuhan ketika melihat umatnya yang memikirkan dua jalan dan jalanNya diragukan.

Maaf kalau aku terlalu menyinggung tuhan. Bukankah rasa ini juga dari tuhan?
Aku rasa Allah punya maksud lain dibalik ini. Dan aku harus punya ancang-ancang untuk belajar ikhlas melepaskan.

Aku punya apa untuk meyakini mu kalau aku ini yang terbaik buat kamu.
Menyebut namamu dan mendoakan kebaikanmu saja aku masih bersembunyi diam-diam. Cukup jadi urusan aku dengan Nya.

Malaikat akhirnya memberontak. Kalau aku ini harus bijak.
Tetap berprasangka baik.
Tersenyum dan melangkah kebelakang. Mundur.
Tak usah memaksa takdir.
Pasrah.
Karena waktu masih terus berjalan.
Semesta masih terus memperhatikan tiap gerak gerik dan pemikiran.
Hanya untuk satu hal: sebuah pembelajaran.
Allah menciptakan kita sebagai umat yang pandai berfikir. Membaca pertanda yang diberikanNya.

"Aku adalah ujian buat kamu ketika kamu harus lebih yakin dengan pilihanmu dan kamu adalah ujianku ketika aku harus lebih yakin dengan takdirNya,"

1 comment:

  1. siapa orang yang udah meluluhkan hati sahabatku ini? apa dia orang yang aku kenal? mantep lah ni curhatnyaaaaa :(

    ReplyDelete

Comments system

Disqus Shortname

Navigation-Menus (Do Not Edit Here!)

Instagram Photo Gallery