Thursday 15 January 2015

Jogja Punya Cerita



Di Taman Budaya, kali pertama kita saling berujar nama masing-masing.
Kalo emang ada yang namanya cinta pada pandangan pertama, jujur aku belum percaya hal itu.
Semua masih biasa sama seperti nuansa Mallioboro disetiap malamnya.
Kita berkelana mengitari ruas jalanan menuju Gunung Kidul ditemani sore dan petang melewati matahari tenggelam. 
Kamu cuman sekedar rekan travelling di Jogja. Selebihnya biar waktu dan luang yang menyempatkan utk bertemu lagi.
Melewati lebih dari setahun, kita belum bertemu lagi.
Sesekali berkomunikasi melalui wasap, line kadang via telpon. Kadang juga kamu mengirimkan voice note suara kamu atau foto Ara. keponakan lucu mu.
Selebihnya aku belum mengenal kamu.
Tapi ketika aku dan kamu berada dititik jenuh kadang kita saling mengeluh. Mengeluhkan dunianya masing-masing dan saling menyemangati satu sama lain.
Meski baru setipis itu aku mengenalmu, ada rasa nyaman dan suka. Suka bukan berarti menyimpan perasaan yang akan tumbuh menjadi cinta.
Suka karena pemikiranmu, perangaimu dan cara ambisi mu. Selalu, membuat aku merasa dekat dengan DIA.
Sejujurnya hati ini masih biasa aja. Toh aku juga merasa kalo kamu masih menganggap aku teman biasa. Sekalipun aku mencoba mengucapkan selamat ulang tahun diawal detik detik pergantian tahun.  Itu masih biasa. Hanya "sekedar"
Aku pun tak harus menuntut atau menggerutu kala line ku hanya di read atau dibalas lama.
Aku tau tipe kamu dan aku jauh dari kriteria itu. Aku belum layak jadi muslimah solehah. Meski kamu sering bilang aku hebat, tapi ketahuilah aku tak secerdas Aisyah, Tak se taqwa Khadijah, tak serendah hati fatimah. Aku hanya berusaha hijrah menjadi seseorang yg lbh baik.
Ah sudah lah kita berteman aku sudah bangga dan bahagia.
Tapi entah kenapa ada yang aneh.
Enam kali lebih kamu menyelinap masuk ke dalam mimpi. Bahkan tiga kali berturut-turut.
Mencampuri kehidupanku dan menjadi alasan kebahagiaan di dalam nya.
Padahal aku tak menuntut kamu untuk lancang masuk ke arena mimpiku.
Kamu merombak semua alurnya seakan dekat dan nyata.
Hingga berbekas pada rindu yang masih bias.
Rindu abstrak.
Kenapa harus berturut turut kamu ada setelah aku memejamkan mata di malam harinya.
Padahal sedikitpun aku tak pernah memikirkan kamu,  merindukan kamu atau berharap kamu ada dimimpiku.
Jika sekarang kamu menganggap aku teman biasa, aku pun demikian.
"Ya Allah, jangan sampai bayang wajahnya menyelinap diantara sujud dan dzikirku,"
Kita baru bertemu sekali. Tapi kenapa kamu mengalahkan rinduku pada Jogja.
Bersyukur lah kamu atas mimpi itu, karena semenjak itu aku menyelipkan namamu dibelantara doa ku :')
Teruntuk - (R)

Comments system

Disqus Shortname

Navigation-Menus (Do Not Edit Here!)

Instagram Photo Gallery