Thursday 18 August 2016

Karacak Valley, Puncak Bintang Rasa Garut


Garut memang selalu merindukan. Bukan karena coklat anti galaunya, tapi suasananya merdu akan pemandangan. Gunung-gunungnya, bukitnya, sawahnya, jalanannya, pokoknya semuanya deh.

* Sore itu, langit sedikit mendung. Setelah menyelesaikan urusan di Disparbud Kabupaten Garut, Aku dan temanku Yuli bergegas kembali menuju Bandung. Meski banyak rindunya, tapi sedikit cemas karena tiba-tiba langit mendung menghampiri.  
 “yakin gak akan main dulu?” tanya uli sambil mengenakan sarung tangan dan maskernya.
“langsung balik aja deh yuk,” jawabku sambil mengenakan helm biruku.
Jarak antara Bandung dan Garut memang tidak terlalu jauh. Dibutuhkan waktu sekitar satu jam setengah, bahkan bisa lebih. Tergantung siapa yang mengendarai dan bagaimana ruas kemacetannya.  Handphone ku berdering. Tepat saat kami sedang beristirahat di salah satu pom bensin.
“Dimana?”
“Dijalan balik Bandung,”
“Lah, buru kadieu ulah waka balik heula,”
(cepat sini jangan dulu pulang)
“Kemana?”
“Bukit Karacak Valley, searching aja,”
Emang yang namanya anak traveling, sangat mudah untuk tergiur dengan jalan-jalan. Meski keadaan sedang melakukan penelitian, yang penting ada sedikit jalan-jalan. Setelah kita bermusyawarah selama 30 detik, yang tadinya gak akan main dan langsung ke Bandung, selagi masih di sekitaran Tarogong, kita akhirnya memutar arah ke Karacak Valley.
Belum pernah denger sih, di google maps juga belum ada. Yang ada Karacak. Tetep sih, maps akurat itu dengan nanya ke beberapa warga sekitar.
“Punten Pak, bade tumaros. Upami ka Bukit Karacak Valley ka palih mana?”
“Neng, teu salah? Bade ka gunung? Tebih eta mah,”
Aku dan Yuli saling bertatap muka. Sedikit ragu akan melanjutkan perjalanan atau tidak. Tapi, kawan ku yang tinggal di Garut, Fajar Marantika namanya. Yang tadi nelpon, bilang kalau tempat itu bagus, dan tidak terlalu jauh.
Menurut info dari warga sekitar, untuk mencapai Karacak Valley, jalur yang digunakan melalui Jalan Bratayudha dan masuk ke Jalan Margawati.  Jarak tempuhnya dari pusat kota menuju lokasi sekitar 20 menit. Jalananya emang sedikit terjal, persis seperti menuju Puncak Bintang di Bandung.  Aku dan Yuli khawatir takut kesorean banget karena kita gak punya gambaran lokasinya seperti apa, sedikit kesal. 


Tapi akhirnya sampai menuju lokasi. Lega sudah, kami berada di atas bukit dengan pemandangan indah khas Garut. Terpampang tulisan Karacak Valley. Sebuah objek wisata di atas Bukit dengan pemandangan pepohonan, Camping Ground, perkebunan dan juga wisata curug.
Ketemu deh sama Fajar. Setiap ke Garut emang suka main sama Fajar. Kebetulan doi ini fotografer dan disana dia lagi foto Prewed. Entah deh doi kapan Prewednya.
Oia, tiket masuk menuju Karacak Valley ini, Rp10.000, kalau mau camping  Rp15.000, dan di sini, tempatnya pewe banget buat hammockan. Tapi sayang, karena dari awal gak niat main, kita gak bawa hammock.'

Karacak Valley ini, berada di kawasan Perhutani. Saat ini dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Jayamandiri. Luas lahan Karacak 92,8 hektare. Namun yang baru diuji coba untuk pengelolaan wisata hanya 10 hektare. Meski baru dibuka selama enam bulan, tapi udah banyak banget pengunjung yang datang ke sini. Katanya, tempat ini lagi nge-hits di Garut dan instagram-able banget. Cie.. jadi anak kekinian Garut deh hahahaa..
Untuk fasilitas disini memang belum lengkap banget. Tapi, toilet bersih dan mushola sudah tersedia dengan baik. Pas wudhu disini, air nya dingin bangeeeeeet. Seger dan bikin semangat deh.

Karena aku dan Yuli suka banget sama curug, kita menapaki jalan menuju Curug. Kata Fajar sih gak terlalu jauh, deket kok. Tapi, kita diharkosin. Hmmmm.. ngomongnya sih deket, tapi gak nyampe-nyampe. Semangat kita pun perlahan turun. Kaki udah leklok karena udah jarang olah raga. Berat badan turun dua ons pokoknya kalau udah belokan pas tanjakan itu, curugnya belum keliatan, kami memutuskan untuk pulang. Udah hopeless banget pokoknya. Persediaan air kurang dan belum lagi kita harus punya tenaga untuk pulang ke Bandung.

Tapi alam tak pernah menghianati. Memang, menuju tempat indah itu butuh perjuangan. Dan setelah menapaki tanjakan terakhir, kami melihat ada air terjun. Dan waw banget.. (pasti ngira amazing ya)
Kalian tau… debit airnya kecil kalau kata orang sunda mah, caina saat. Tapi kami tak pernah menyesalinya. Rasa cape terobati setelah menenggelamkan kaki di area curug. Tak hanya itu, kami pun meminum air langsung dari aliran curug. Pocari Sweet, kalah.




Kebetulan banget, disana kita juga ketemu dengan dua orang jurnalis dari Garut yang sedang melakukan peliputan.


Mereka juga meminta foto dan mewawancarai kita. Senangnya ketemu rekan sesama jurnalis. 

Karena hari mulai menuju petang, kami langsung pulang ke Bandung. Selama di perjalanan turun bukit menuju pusat kota, kami diantar oleh pesona sunset di balik pegunungan. langit mulai redup, lampu-lampu rerumahan berbinar semakin menghiasi perjalanan.

untuk foto-foto lain dan video cek 
di instagram : @reginaristia

Friday 12 February 2016

Pengen "niis" dimana? Gunung Batu Lembang Cocok Nih!




Lembang merupakan kawasan yang sering menjadi tujuan bagi para wisatawan. Di Lembang ini banyak sekali objek wisata, seperti Gunung Tangkuban Perahu, Bosscha, Taman Begonia, Floating Market dan masih banyak lagi. Nah, dari sekian banyak wisata yang ada di Lembang, ada satu yang juga menjadi favorit untuk dikunjungi, yaitu Gunung Batu Lembang.

Di Gunung Batu Lembang ini kita bisa menikmati Kota Bandung dari ketinggian 1.228 mdpl. Gunung Batu ini terletak di Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang. Letaknya cukup dekat dengan pusat kota Lembang dengan waktu tempuh hanya 5-10 menit sampai lalu menempuh pendakian kurang lebih selama setengah jam.
Dari puncak Gunung Batu Lembang kita bisa melihat landscape pemandangan hamparan Bandung di bagian selatan serta Lembang dan juga Tangkuban Perahu di bagian utara. Kita juga dapat menikmati pemandangan sunrise yang mengagumkan di waktu subuh.
Cahaya matahari pagi berpadu indah dengan pemandangan gunung bukit tunggul di bagian timur. Sementara di bagian barat kita dapat menikmati keindahan Gunung Burangrang. Bila memandang ke timur tampak gawir patahan Lembang yang semakin tinggi. Menakjubkan bukan?





Tak hanya untuk sekedar menikmati pemandangannya, di sini kamu juga bisa melakukan panjat tebing atau ber-camping ria. Di malam hari, kamu bisa memburu foto milky way atau menimati gelemerlap lampu Kota Bandung yang bertaburan indah.
Oia, satu hal yang perlu sama-sama kita ingetin. STOP VANDALISME!
Ulah curat coret, alay..






Teks & Foto @reginaristiana
+Regina Aristiana 







Friday 5 February 2016

D'pakar! Kafe Nuansa Alam di Bandung



Dago Pakar selalu jadi sudut favorit untuk menikmati keindahan Kota Bandung. Tak jarang, dikawasan ini terdapat beragam resto dan tempat hangout dengan menyajikan pemandangan yang menakjubkan.

Pernah dengar D’Pakar Kafe? Kafe yang lagi kekinian ini terletak di kawasan Dago berada di Desa Ciburial, tak jauh dari Taman Hutan Raya (Tahura) Dago dengan rute searah ke Tebing Keraton. (Udah lama sih kekiniannya cuman baru sempet dipost aja)

Kafe ini berdiri dipinggir tebing sehingga pohon pinus dan sejumlah pemandangan indah berupa hutan dan barisan pegunungan Tangkuban Perahu sampai Manglayang akan menemani nikmatnya santapan di kafe ini.

Harris  selaku owner awalnya tak sengaja menjadikan halaman rumahnya sebagai kafe. Sejumlah remaja tiba-tiba datang untuk meminta ijin berfoto-foto. Ia tidak menyangka kalau semenjak dari situ mulai banyak yang datang dan berfoto. “Tau dari instagram katanya,” ungkap Aa manis ini sambil mengingat kafe yang dibentuknya sejak 2011.

Karena mulai banyak yang datang, Harris memberanikan diri untuk menjadikan halaman rumahnya sebagai kafe. Terdiri dari dua konsep, bagian indoor Kafe ini berupa rumah tradisional yang berbentuk joglo dari kayu jati dilengkapi dengan meja dan kursi unik yang terbuat dari kayu. Sedangkan konsep outdoor menawarkan pemandangan perbuktian dan hutan pinus. Jarak tiap kursi sangat lenggang. Ada yang diatas rumput, dibawah pohon dan dipojokan.
Untuk makanan yang disajikan di kafe ini memang belum terlalu banyak. 

Karna kafe ini sebenernya menjual tempat yang indah. Makanannya terdiri dari olahan roti, mie dan nasi goreng. Untuk Minumannya berbagai variasi susu murni dan kopi. Untuk kamu yang ingin datang ke D’Pakar Kafe, karena kafe ini tidak buka sampai malem, Regi saranin sih dateng siang atau sore.





Teks & Foto: @reginaristiana




Wednesday 3 February 2016

Curug Citambur, ini loh Jurasic Park-nya Cianjur!


Curug Citambur pas lagi mendung-mendungnya


30 Januari 2016 (23.35 pm)
“Pokoknya jam enam teng kita berangkat ya,” ujar Selvi dimultichat telegram. 
***
31 Januari 2016 (06.20 am)
Solat subuh sih iya, tapi gatau kenapa kasur narik-narik buat ngajak bobo cantik. Rencana untuk bisa berangkat sepagi-paginya nyatanya hanya sebuah wacana.


“Udah pada bangun belum? Aku baru beres mandi nih,” Selvi langsung ngechat.
“Iya udah ko,” Aku balas.

Engga lama kemudian, hp berdering. Holis nelpon kalo doi udah otw dan nyuruh aku buat cepet-cepet mandi. Akupun langsung lari ke kamar mandi dan engga tau kenapa tiba-tiba kamar mandi gelap banget dan pas ngebuka mata ternyata aku masih berada di atas kasur. Sialan! Mimpi…
Aku langsung ngechat holis tapi masih belum dibales-bales.

(08.45 am)
“Gimana dong, holis ga ada kabar,” aku tak henti beberapa kali nge-ping di kontaknya Holis.
“Iya, aku juga udah ngajakin yang lain tapi belum pada bales,” kata Selvi yang baru sampe di rumahku.
“Iya sih, pasti pada gak bisa karena kita dadakan ya?”

Gak lama kemudian, Holis langsung nelpon
“Ahhhhh… Maafin baru bangun. Kalian udah pada berangkat ya?” kata Holis dengan nada sedikit panik
“Sia mah ih ditungguan teh! Cepetan, kita nungguin dari tadi!” ujarku sedikit kesel.

Aku dan Selvi menuju ke guesthouse tempat Ka Andri menginap. Sekitar lima menit dari rumah. Ka Andri ini kerja di Jakarta. Doi pengen jalan-jalan di Bandung terutama ke tempat yang instagrammable banget. Tapi karena kemaren kita ke Lembang dan gak menyenangkan karena penuh dan macet, aku bujuk doi untuk ikut ngejarambah ke Curug Citambur.

“Masih mau ngantri foto di depan rumah hobits? Yuk ikut aja ke Jurasic Park nya Jawa Barat!” ungkapku pada Ka Andri. Gak lama kemudian, Holis pun datang dan kita berempat langsung berangkat. (10.47 am)

Curug Citambur berjarak kurang lebih 65 Km dari pusat Kota Cianjur dan 40 Km dari Ciwidey, Kabupaten Bandung. Letak Curug Citambur cukup berdekatan dengan Kabupaten Bandung dan masih berada dalam deretan perbukitan yang membatasi Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Cianjur. Sepanjang jalan, kita disuguhi oleh pemandangan kebun teh yang vscocam banget. Siang itu cuaca sedikit mendung dan ada efek kabut-kabutnya. Amazing banget deh pokonya...

Setelah melewati kawasan Ciwidey, kami beristirahat sejenak di sebuah mesjid untuk melaksanakan shalat dzuhur. Pas lagi wudhu, airnya seger banget sesegar hati ini yang gak sabar pengen ketemu sama kamu. iya kamu Curug Citambur. 

Nah, setelah melanjutkan perjalanan, sesampainya di Desa Cipelah, jalanan yang kita lewati malah terjal dan rusak. Kebayang kalo musim ujan gimana licinnya. Apalagi bawa beban kayak badan aku ini. Kasian kan motornya. 

Gak cuman rusak diperparah juga dengan tanjakan yang super nanjak. Meskipun kita sedikit kesusahan karena menghadapi jalanan yang rusak, kita gak pernah ngeluh (kecuali Ka Andri) karena Aku, Selvi dan Holis udah pernah diospek waktu jalan-jalan ke Curug Malela beberapa tahun lalu. 
"Ada pesawat dari sini yang langsung ke jakarta gak?" Kata Ka Andri.
Karena ngeliat Ka Andri kewalahan dan daritadi manggil-manggil tim Sar, kami pun memutuskan untuk istirahat di sebuah warung kecil.

Sambil nunggu indomie mateng, aku ngajakin ibu warungnya ngobrol-ngobrol.

“Bu, kok banyak pungutan liar ya disetiap jalan,”
“iya neng itu mah udah biasa,”
“tapi bener itu teh uangnya buat perbaikan jalan?”
“gatau neng, tapi yang ibu tau sampe sekarang jalannya masih gini-gini aja,”
"Oh gitu ya. oia bu, kalo ke Curug Citambur berapa lama lagi ya?"
"Oh sebentar lagi,"
"Sebentar lagi itu seberapa lama lagi bu?" tanya Holis yang udah faham kalo ukuran sebentar lagi antara warga sekitar dan kita itu jauh berbeda.
"Setengah jam lagi lah, Jang," Kamipun bersemangat untuk melanjutkan perjalanan. 

Karena merasa tidak yakin, Selvi memberhentikan motornya di depan sejumlah remaja yang tengah asik bercanda tawa.
"A, punten mau tanya,"
"Tanya apa teh, sini nanya ke saya aja," mereka pun silih berebutan
"Kalo Curug Citambur masih jauh ga?"
"Deket sih teh, sedeket hati aa sama teteh,"
"Ih serius atuh a,"
"Ya teh, Curug Citambur mah udah kelewat. Itu gening sebelah kanan ada gapuranya ada tulisannya. Kalo dari arah sana mah emang ga keliatan soalnya penujunjuknya menghadap ke sini," Ujar salah seorang dari mereka. Setelah mengucapkan terima kasih, kami balik arah dan lebih berhati-hati lagi untuk menemukan gapura yang diberitahu oleh si aa tadi.

(15.40 pm)


Finally, i found it!
Akhirnya sampai lah di pintu masuk Curug Citambur
tepat di depan kantor Desa Karang Jaya. 

Karena kegirangan gak sabaran pengen liat Curug Citambur aku pun langsung berlari-lari melewati sawah dan beberapa tanjakan kecil. Setelah kami berfoto ria engga kurang dari 10 menit, tiba-tiba hujan gede. Kamipun langsung berlarian mencari tempat berteduh.

"Aku tau kenapa hujan, tandanya nyuruh kita buat shalat ashar dulu," ujarku mengajak yang lainnya ke sebuah mushala. Di dalam mushala ada ibu-ibu yang katanya  warga setempat.

"Neng dari mana?"
"Dari Bandung, Bu," kata Selvi.
"Hati-hati neng pulangnya takut kemaleman,"
"Iya Bu, tapi di sini amankan?"
"Ih Neng puguh suka banyak begal. Komo tah dipengkolan eta poek jeung keu-eung,"
"Neng ada kenalan gak orang sini kalo bisa mah mending nginep aja. Besok pagi pulangnya," tambah ibu yang satu lagi.
Kami langsung saling bertatap meski sedikit ketakutan tapi kami serempak bilang kalo Senin harus langsung kerja. Apalagi Ka Andri yang harus pulang ke Jakarta karena senin paginya meeting di kantor. "Lahaula aja deh, Insya Allah, selamat," ungkap Holis.

Dan bener aja, sehabis kita Shalat Ashar hujan berenti dan awan seketika cerah.

"Yuk ah, jangan lama-lama biar pulangnya gak kemaleman," kata Selvi.


This is it! Ini loh yang aku bilang Jurasic Park 
made in Desa Karang Jaya, Kecamatan Pasir Kuda, Cianjur Selatan
keren kan? tapi salah angle moto deh kayaknya. Jadi asa gak keliatan gagahnya :(
maklum hp baru, jadi masih takut kena basah gitu hahaa

Air yang jatuh dari ketinggiah 100 meter itu berbunyi bur, bur, bur, 
sehinga penduduk menyebut curug ini Citambur


Curug Citambur ini memiliki ketinggian lebih dari 100 meter

Karena gak afdol kalo ke curug tanpa berenang dan kenalan sama airnya.
Suara gemercik dan beningnya air membuat kami senang dan berasa penawar letih banget.  Apalagi curug ini masih sepi jadi kayak milik kita hehe...

(17.35 pm)


Tuesday 2 February 2016

Pesona Curug Bugbrug: Butuh Piknik? ke sini aja Ce Es!


Ini curug bugbrug dimusim kemarau, debit airnya kecil



“Mungkin, Bandung diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum” –. Itulah sebuah kalimat yang dipopulerkan oleh Pidi Baiq, yang menggambarkan sisi keindahan alam Bandung dan sekitarnya. Tak hanya soal kulinernya yang selalu nge-hits dan jadi incaran, Bandung juga memiliki sejuta pesona objek wisata alam yang tentunya punya daya tarik tersendiri.




Nah, bicara soal objek wisata, Saya mau ngasih tau tempat rekreasi yang masih sangat asri dan belum banyak yang tau loh! Curug Bubrug namanya. 

Hidden paradise yang terletak di Kabupaten Bandung Barat ini memiliki kedalaman lebih dari delapan meter dan ketinggian 1.050 meter di atas permukaan laut. Suasana sejuk dan gemuruh suara air terjun di sini cocok untuk untuk mengobati hiruk pikuk aktivitas atau sekedar melepas penat dan ber-selfie ria. Kalo menurut aku sih, bagi yang suka meditasi atau yoga tempat ini cocok banget. 

Akses menuju lokasi ini cukup mudah. Dari arah Bandung, perjalanan dimulai dengan menuju Terminal Ledeng, lalu mengambil jalan ke kiri menuju Parongpong. Jika dari Cimahi, dapat menggunakan angkutan kota jurusan Parongpong. Kemudian, perjalanan dilanjutkan memasuki gapura CIC Outbond, sebelum memasuki CIC, disebelah kiri Kamu akan menemukan beberapa kios warung. Lalu memasuki jalan setapak yang tak jauh dari kios tersebut.

Usai menapaki jalan kecil, kamu akan melintasi sungai dan beberapa tebing. Sedikit lelah akan terobati setelah mendengar gemercik air yang menandakan akan segera sampai. Ketika saya datang, Pak Mangsur (36 Tahun) dengan ramahnya menyapa dan menghampiri. Memang belum secara resmi ada biaya tiket masuk. Namun, untuk kebersihan, Penjaga Curug Bubrug yang sudah sejak lahir tinggal dan bertani disekitar kawasan curug ini memunguti Rp.5000/orangnya.

instagram @reginaristiana
“Bugbrug itu dari bahasa Sunda yang artinya bertumpuk atau bertumpang-tindih. Curug ini dinamai Curug Bugbrug karena air yang jatuh dari curug ini terlihat seperti bertumpuk-tumpuk atau ngabugbrug,” ungkap Mangsur sambil mengajak duduk dan menikmati secangkir teh panas.

Waktu yang tepat untuk mengunjungi Curug Bugbrug adalah ketika musim hujan, karena volume jatuhan airnya akan mencapai volume terbesar. Pastikan Kamu membawa bekal air dan keperluan lainnya. Gunakan sepatu yang cocok untuk hiking karena jalanan yang dilewati cukup licin.


Sejumlah fasilitas seperti toilet, warung yang tersedia dikawasan ini memang belum memadai. Beberapa saung kecil terpasang namun tak terpakai dan nampak tak terurus. Mungkin, karena jarang ada wisatawan yang datang ke tempat ini dan masih dalam tahap pengembangan. 

Tunggu apalagi? Persiapkan dirimu untuk menjelajahi Curug Bubrug. Tetap jaga kebersihan dan taati peraturannya ya!







Comments system

Disqus Shortname

Navigation-Menus (Do Not Edit Here!)

Instagram Photo Gallery