A part of my xtraordinary journal
Yang membuat hidup ini menarik adalah kemungkinan mewujudkan
impian menjadi kenyataan.
Tepatnya pukul satu dini hari aku tak merasakan udara dingin
yang biasa kurasakan di kota lautan api. Ketika pertama kali aku menginjakkan sepatu
converseku di gedung trans, aku memejamkan mata dan membayangkan seolah baju
trans crop terpasang kece ditubuhku. Dengan tali name-tag yang melingkar
dileherku. Hingga semua pasang mata bisa melihat ID yang mencantumkan namaku
sebagai seorang Program Direction.
“Kami satu kami fikom unisba, sing it duadi diridam
diridum...,”
Kurang lebih 350 MABA Fikom angkatan 2011 diberi pengarahan
dan pembinaan. Salah satunya dikasih materi pertelevisian oleh seseorang yang mengaku
sudah 9 tahun berkecimpung di dunia media. Namun, di aula unisba itu aku baru
melihatnya.
Sesosok itu melemparkan senyuman manisnya. Semanis posisi
dudukku saat itu. Tapi tidak manis untuk para disipliner yang mengawasi dengan
sinis.
Oh, ternyata dia Produser Trans. Dia bercuap seru di depan
aula. Aku memperhatikannya tanpa mengabaikan setiap momen dari posenya sambil
sesekali mencatat bagian paling penting dari ucapannya. Lagi-lagi dia membuatku
kagum. Dengan entengnya dia membanggakan fikom unisba. Banyak ucapannya yang ingin
aku retweet. Semua yang dia bilang bikin aku yakin seyakin-yakinnya. “Mah, Pah,
Regi pasti sukses kok di Fikom Unisba,” kalimat itu ternyiang dikupingku.
Semakin jelas dan semakin tegas.
Tapi, selama itu belum terwujud, orangtuaku masih akan ragu
dan mungkin akan memaksaku untuk kembali berkecimpung di dunia obat-obatan.
Seperti apa yang mereka rencanakan sebelumnya. Mengatur aku untuk mengikuti
kehendaknya dan menjudge itu sebagai kebaikan keluarganya.
Emang sih, keliatannya gampang buat jadi orang sukses. Nggak
perlu jadi anggota bompai atau ngemil buku-buku tebel yang ada di perpus tiap
hari. Orang sukses macam produser ini pun sepertinya pernah menyontek. Lah trus
kesuksesan itu datangnya dari mana? Dewi Fortuna tak memberi jawabannya..
Bingung sih soalnya selama alumni jurnalistik unisba angkatan
99 itu berbincang di hadapan kami, dia nggak nyeritain perjalanannya kenapa dia
bisa masuk ke trans. Padahal itu episode yang aku nanti. Mungkin karena waktu
terbatas. Tapi sejauh itu, cukup banyak pengetahuan yang bisa aku tangkap
darinya. Suatu saat aku bisa tau cerita itu. Aku yakin, dibalik kesuksesannya
pasti banyak pengalaman pahit yang nggak semua orang bisa menaburkan gula
didalamnya. Hingga ia menjadikannya manis seperti senyumnya yang masih terukir
manis di DP BBMnya.
Aku emang bukan siapa-siapa dia. Dia tercatat jadi mahasiswa
unisba 10 tahun lebih dulu daripada aku. Kalaupun suatu saat aku ketemu lagi
sama dia, kemungkinan besar kita gak bakalan saling sapa. Seperti saat itu,
ketika dia hanya melemparkan senyuman pada seorang tukang parkir. Dan
mengemudikan mobil hitamnya menjauh dari kampus. Yah, aku tau dia pemateri PPMB
waktu itu. Dia nggak mungkin tau siapa aku. Tapi aku mencoba memperkenalkan
siapa diriku. Awalnya aku ragu. Takut dikira nggak sopan atau so’ kenal. Saking
pengen menjalin hubungan baik dengannya, beberapa kali aku edit kata-kata yang
ada di bbmku. Sebelum aku kirim. Beberapa kali aku improve, aku benerin
diksinya wah pokoknya layaknya seorang redaktur, yg namanya E.Y.D kudu T.O.P B.G.T
deh.. hehe..
Tapi, makin lama sih makin woles orangnya. Sampe-sampe aku
ketemu dengannya dan mengajaknya bincang bareng temen-temen komunitas
broadcastingku.
Seneng kalo sharing sama dia soalnya, ucapannya selalu ada
benernya. Bener-bener tipe homo sapiens. Seorang propaganda.
“Filsafat nggak perlu dihafalin. Justru diwaktu kita bingung
ngerjain soal, itu artinya kita lagi berfilsafat,”
Maaf yah bu Rita Gani, kalo di kertas jawabanku ada tulisan
yang menyinggung ke situ, ini loh bu orang yang ngajarin saya. Hehhe...
Selain itu dia bilang kalo lagi ujian emang nggak perlu
ngapalin. Justru di waktu dosen nerangin kita harus bener-bener ngerti dan
mereviewnya di rumah. Kalo ngapalin dadakan pas mepet ujian, semua yang kita
inget kebelakang itu bakalan lupa. Dan sialnya apa yang kita hafalin tadi pas
dadakan itu nggak keluar. Hemmeh -_-‘ gendok kan men??
Tapi emang itu sih yang dari dulu aku terapkan. Soalnya kalo
nggak gitu, kuliahku bakalan keteteran. Mana ada coba mahasiswa kerja ampe
malem sementara besoknya UAS. Beres ujian, anak-anak kupu-kupu (kuliah pulang)
gue mondar-mandir nyari berita. Yah mn
ada atmosphere ujian kayak gue gni woles-woles aja. Si selvi nge sms nanyain
hand out kisi-kisi, aku bilang halaman sekian dan pada saat itu aku masih di depan
komputer kantor ngejar-ngejar deadline berita. Untungnya, soal-soal yang di UAS
itu banyak banget yang keluar pas dosen nerangin.
Akhirnya, di pertemuan kali kedua itu, aku berhasil
mendapatkan cerita yang aku tunggu-tunggu selama 3 bulan. Dia menceritakan
pengalamannya masuk trans. Barengan salah seorang temannya. Dan yang bikin
bangganya, tangga mesjid dan SM jadi saksi awal kisah kesuksesannya.
(kenapa bangga? Ada somethinglah...)
Ternyata benerkan spekulasiku. Nggak gampang dia meraih semua
itu. Butuh kerja keras, iklas dan yang paling utama adalah niat. Dimana ada
niat, disitu ada jalan. Oh jadi jawabannya niat.
Semua orang boleh sukses. Sukses itu kan hak asasi manusia.
Semua orang pernah mengalami kesuksesan. Bahkan, terlahir di dunia itu udah
dibilang sukses kan? Cuman, bedanya nggak semua orang tau jalan kesuksesan itu.
Adalah sebuah keajaiban ketika sebuah impian bisa menjadi
kenyataan. “rahasia kebahagiaan adalah
dengan menikmati segala hal menakjubkan di dunia ini tanpa melupakan
tetesan air yg ada di sendokmu,”(alchemist)