“Aku yakin, dia pasti dateng kesini. Kalo nggak sekarang mungkin besok,” kataku sambil meninggalkan Nuga sendirian di taman.
“Mau ampe kapan kamu kayak gini terus? Dia udah berubah Al,” teriak Nuga yang kemudian mengikuti langkahku.
“Dia nggak berubah Ga! Aku nggak percaya sama gosip yang orang bilang. Aku yang lebih deket sama dia. Mamat masih kayak yang dulu,” Aku bersikeras meyakinkan Nuga.
“Kenapa
sekarang dia ninggalin kamu, Almira? Bukannya dia bilang kalo dia
sayang sama kamu?” ungkap Nuga sambil memegang tangan kiriku. Namun aku
melepasan sentuhan dinginnya.
“Kenapa sih kamu selalu nyuruh aku ngelupain Mamat? Kamu nggak suka aku jadian sama Mamat? Kamu cemburu?”
“Bukan gitu Al, tapi aku ngekhawatirin kamu,”
“Makasih Nuga. Tapi aku nggak butuh khawatir kamu. Aku cuma butuh Mamat,”
“Suatu saat kamu pasti bakal tau siapa dia sebenernya,”
Aku percaya sama dia. Aku yakin dia punya alesan kuat kenapa sampai saat ini dia nggak ngasih kabar. Aku udah nyariin dia ke sana ke mari, tapi udah sebulan ini aku nggak liat batang idungnya.
***
Sambil membuka pintu dan mengucapkan salam, aku berlari kecil menuju kamar tidur dan melemparkan tubuh mungilku di atas kasur Winie the pooh. Belum sempat aku memejamkan mata, seseorang dengan suara melengking memanggilku.
“Teteh-teteh! Itu ada temen di ruang tamu. Cowok da! Liat gera cepet keluar,”
Mendengar ucapan adikku Nanda, aku langsung beranjak dari kasur dan merapihkan sedikit rambutku yang berantakan.
“Aku kangen kamu boneka salju,” Mamat memelukku dengan erat.
“Aku juga kangen kamu beruang madu,” Aku membalasnya dengan hangat.
“Maaf selama ini aku pergi tanpa pamit. Aku bener-bener galau Al,” Mamat menatap kedua mataku.
“Sebenernya ada apa sih? Ada masalah sama keluarga kamu? Atau ada yang salah sama diri aku?” Aku membalas tatapannya.
“Aku nggak bisa kayak dulu lagi Al,” Mamat tertunduk.
“Maksud kamu?”
“Aku
minta maaf Al. Aku nggak bisa jadi apa yang kamu mau. Aku udah coba
berubah. Tapi aku nggak bisa,” Ujar Mamat. Matanya sedikit berbinar.
“Jadi apa mau kamu,” tanyaku sedikit lemas.
“Aku mau kamu lupain aku. ini jalanku. Ini cara hidupku. Aku nggak bisa ngelupain dia Al,”
Dia
memegang kedua tanganku. Namun, Aku tersentak kaget ketika dia bilang
kalo dia nggak bisa ngelupain orang lain yang ada di hatinya. Tuhan,
bantu aku. Seakan ada injeksi yang tersangkut di dalam kerongkonganku.
Aku segera melepaskan eratan tangannya yang kini tak se-chemistry dulu lagi.
“Dia? Oh, jadi yang orang lain bilang tentang kamu, itu bener? Siapa dia?”
“Dia…. Nuga! Sahabat kamu,”
Aku
terdiam. Kali ini hati berkata lain. Biarlah hanya benalu dan beberapa
kecubung saja yang mengerti. Disaat seperti ini, ijinkan aku
mempertanyakan “Dimana engkau letakkan aku?”(reggi)
No comments:
Post a Comment